Pancasila yang terdiri atas lima sila
pada hakikatnya merupakan suatu filsafat. System adalah suatu kesatuan
bagian-bagian yang saling berhubungan, saling bekerja sama untuk satu tujuan
tertentu dan secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang utuh, system
lazimnya memiliki cirri-ciri sebagai berikut:
1) Suatu
kesatuan bagian-bagian
2) Bagian-bagian
tersebut mempunyai fungsi sendiri-sendiri
3) Saling
behubungan, saling ketergantungan
4) Kesemuanya
dimaksudkan utnuk mencapai suatu tujuan bersama (tujuan sistem)
5) Terjadi
dalam suatu lingkungan yang kompleks (shore dan voich, 1974:22)
Sila-sila pancasila yang merupakan
system filsafat pada hakikatnya merupakan suatu kesatuan organis. Antara
siala-sila pancasila itu saling berkaitan, saling berhubungan bahkan saling
mengkualifikasi.
Kesatuan sila-sila pancasila pada
hakikatnya bukanlah hanya merupakan kesatuan yang bersifat formal logis saja
namun juga meliputi kesatuan dasar ontologism, dasar epistemologis serta dasar
aksiologis dari sila-sila pancasila. Kesatuan yang demikian ini meliputi
kesatuan dalam hal dasar ontologism dasar epistomologis serta dasar aksiologis
dari sila-sila pancasila (Notonagoro, 1984:61 dan 1975:52,57).
1. Dasar
ontologism sila-sila pancasila
Dasar ontologis pancasila pada
hakikatnya adalah manusia, yang memiliki hakikat mutlak monopluraris, oleh karena itu hakikat dasar ini juga disebut
sebagai dasar antropologis.
Manusia sebagai pendukung pokok
sila-sila pancasila secara ontologism memiliki hal-hal yang mutlak, yaitu
terdiri atas susuna kodrat, raga
dan jiwa
jarmani dan rohani, sifat kodrat
manusia adalah sebagai makhluk pribadi berdiri sendiri dan sebagai makhluk
Tuhan Yang Maha Esa.
Hubungan kesesuaian antara Negara dengan
landasan sila-sila pancasila adalah berupa hubungan sebab-akibat yaitu Negara
sebagai pendukung hubungan dan Tuhan, manusia, satu, rakyat, dan adil sebagai
pokok pangkal hubungan.
2. Dasar
Epistemologis Sila-sila Pancasila
Dasar epistemologis pancasila pada
hakikatnya tidak dapat dipisahkan dengan dasar ontologisnya. Pancasila sebagi
suatu ideology bersumber pada nila-nilai dasarnya yaitu filsafat pancasila
(Soeryanto,1991:50)
Terdapat tiga persoalan yang mendasarkan
dalam episteomoligi yaitu : pertama tentang sumber pengetahuan manusia, kedua
tentang teori kebenaran pengetahuan manusia, ketiga tentang watak pengetahuan
manusia (Titus, 1984:20).
Berikutnya tentang susunan pancasila sebagai suatu system pengetahuan. Sebagai suatu
system kesatuan maka pancasila memiliki susunan yang bersifat formal logis baik
dalam arti susunan sila-sila pancasila maupun isi arti sila-sila pancasila.
Susunan isi arti pancasila meliputi tiga hal yaitu: pertama, isi arti pancasila yang umum universal yaitu hakikat sila-sila pancasila. Kedua isi pancasila yang umum kolektif, yaitu isi arti pancasila
sebagai pedoman kolektif Negara dan bangsa Indonesia terutama dalam tertib
hokum Indonesia. Ketiga. Isi arti
pancasila yang bersifat khusus dan
kongkrit yaitu arti pancasila dalam realisasi praksisi dalam berbagai
bidang kehidupan sehingga memiliki sifat yang khusus kongkrit serta dinamis
(Notonagoro, 1975:36.40)
3. Dasar
aksiologis sila-sila pancasila
Sila - sila pancasila
sebagai suatu system filsafat juga memilki satu kesatuan dasar aksiologisnya,
yaitu nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila pada hakikatnya juga
merupakan suatu kesatuan. Terdapat berbagai macam teori tentang nilai dan hal
ini sangat tergantung pada titik tolak dan sudut pandangnya masing-masing dalam
menentukan tentang pengertian
nilai dan hierarkhinya.
Menurut Notonagoro bahwa nila-nilai
pancasila termasuk nilai kerohanian, tetapi
nilai-nilai kerohanian yang mengakui nilai material dan niali vital. Dengan
demikian nilai-nilai pancasila yang tergolong nilai kerohanian itu juga
mengandung nilai-nilai lain secara lengkap dan harmonis yaitu nilai material,
nilai vital, nilai kebenaran, nilai keindahan atau estetis, nilai kebaikan atau
nila moral, maupun nilai kesucian yang secara keseluruhan yang bersifat
sistematis-hierarkhis, dimana sila pertama yaitu Ketuhana Yang Maha Esa sebagai basisnya
sampai dengan sila keasilan sosial sebagai tujuannya (Darmodi-hardjo, 1978).
a. Teori
nilai
Menurut tinggi rendahnya nilai-nilai
dapat dikelompokkan dalam empat tingkatan sebagai berikut:
1. Nilai-nilai
kenikmatan
2. Nilai-nilai
kehidupan
3. Nilai-nilai
kejiwaan
4. Nilai-nilai
kerohanian
Menurut
Walter G.Everet menggolong-golongkan nialai-nilai manusiawi kedalam
delapan kelompok yaitu:
1. Nilai-nilai
ekonomis
2. Nilai-nilai
kejasmanisa
3. Nilai-nilai
hiburan
4. Nilai-nilai
sosial
5. Nialai-nilai
watak
6. Nilai-nilai
estetis
7. Nilai-nilai
intelektual
8. Nilai-nilai
keagamaan
Menurut
Notonagoro membagi nilai menjadi tiga yaitu:
1. Nilai
material
2. Nialai
vital
3. Nilai
kerohanian
a. Nilai
keindahan
b. Nilai
kebenaran
c. Nilai
religious
b. Nilai-nilai
pancasila sebagai suatu system
Nilai-nilai yang terkansung dalam sila I sampai dengan
sila V pancasila merupan cita-cita, harapan, dambaan bangsa Indonesia yang akan
dowujudkan dakam kehidupan. Bangsa Indonesia dalam hal ini merupakan pendukung
nilai-nilai pancasila. Bangsa Indonesia yang berketuhana, yang berkemanusiaan,
yang perpersaatuan, yang berkerakyatan dan yang berkeadilan sosila.
Nilai-nilai yang terkandung dalam
pancasila itu mempunyai tingkatan dan bobot yang berbeda, namun nila-nilai itu
tidak saling bertentangan. Akan tetapi nilai-nilai itu saling melengkapi.
Nilai-nilai itu saling berhubungan secara erat dan nilai-nilai yang satu tidak
dapat dipisahkan dari nilai yang lain. Atau nilai-nilai yang ada itu, dimiliki
bangsa Indonesia, yang akan memberikan pola (patron) bagi
sikap, tingkah laku dan perubahan bangsa Indonesia (Kodhi 1994);
Sumber : Kaelan, Achmad
Zubaidi. 2010. Pendidikan
Kewarganegaraan.
Yogyakarta: Paradigma.
No comments:
Post a Comment